KEDUDUKAN DAN FUNGSI MASA TUNGGU MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM

RAHMAN, DINI (2010) KEDUDUKAN DAN FUNGSI MASA TUNGGU MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM. S1 thesis, Universitas Mataram.

[img] Text
diny.doc
Restricted to Repository staff only

Download (461kB)

Abstract

Masa tunggu atau iddah mempunyai arti menghitung, maksudnya perempuan menghitung hari-hari dari masa bersihnya yang harus dilaksanakan seorang istri setelah perkawinan terakhirnya bubar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan bagaimanakah pentingnya masa tunggu atau iddah itu dilaksanakan dari perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam dengan melakukan penelitian di kantor Pengadilan Negeri Mataram serta mewawancarai tokoh agama Khonghucu untuk masyarakat Tionghoa khusus untuk masa tunggu dari perspektif hukum perdata. Sedangkan menurut hukum Islam penelitian dilakukan dengan mewawancari dan memperoleh data dari Pengadilan Agama Mataram dan dari hasil wawancara pihak yang berkepentingan untuk memberikan keterangan mengenai masalah yang peneliti tulis, yakni hakim-hakim yang ada di Pengadilan Agama Mataram. Berdasarkan hasil penelitian, waktu tunggu dalam hukum perdata selama 300 hari setalah perkawinan terakhirnya bubar dalam praktek di masyarakat Tionghoa tidak diberlakukan, karena sebelum perceraian ada tahapan pisah meja dan tempat tidur yang dilakukan suami istri yang akan bercerai minimal 3 bulan berulah gugatan perceraian dapat diajukan ke pengadilan. Sedangkan berdasarkan Hukum Islam hasil penelitian kedudukan masa iddah adalah wajib dilaksanakan yakni diatur dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 228, bagi wanita yang berstatus janda atau telah dicerai suaminya baik cerai hidup maupun cerai karena ditinggal mati oleh suaminya. Dalam hukum perdata seorang istri yang diceraikan harus melaksanakan waktu tunggu, tetapi dalam prakteknya waktu tunggu bagi istri yang diceraikan tidak diberlakukan, karena sebelum perceraian suami istri yang akan bercerai melalui tahapan pisah meja dan tempat tidur. Sehingga akibat hukum tidak diberikannya nafkah selama waktu tunggu tidak ada. Selama pisah meja dan tempat tidur suami harus memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya karena masih berstatus istri yang sah. Apabila selam pisah meja dan tempat tidur suami tidak memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya maka istri dapat menuntut haknya kepengadilan. Dalam hukum Islam apabila duda tidak memberikan nafkahnya selama masa iddah kepada janda maka si janda dapat menuntut haknya melalui pengadilan, kecuali pernikahannya dilakukan di bawah tangan maka si janda tidak dapat menuntut haknya di pengadilan karena perkawinannya tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.

Item Type: Thesis (S1)
Keywords (Kata Kunci): hukum perdata,hukum Islam
Subjects: K Law > KZ Law of Nations
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Imran SE
Date Deposited: 14 Mar 2019 08:42
Last Modified: 14 Mar 2019 08:42
URI: http://eprints.unram.ac.id/id/eprint/12782

Actions (login required)

View Item View Item