PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

SYAHRONI, MUH. ARIEF (2013) PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. S1 thesis, Universitas Mataram.

[img] Text
cover skripsi.docx
Restricted to Repository staff only

Download (147kB)
[img] Text
kata pengantar.rtf
Restricted to Repository staff only

Download (61kB)
[img] Text
lembar pengesahan.docx
Restricted to Repository staff only

Download (159kB)
[img] Text
RINGKASAN.rtf
Restricted to Repository staff only

Download (60kB)
[img] Text
proposal dan pembahasan.docx
Restricted to Repository staff only

Download (150kB)
[img] Text
daftar pustaka.docx
Restricted to Repository staff only

Download (21kB)
[img] Text
daftar isi.rtf
Restricted to Repository staff only

Download (83kB)

Abstract

Masalah korupsi di Indonesia telah lama mewarnai berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Korupsi tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang hanya merugikan keuangan dan/atau perekonomian negara saja, tetapi sudah dilihat sebagai sesuatu yang melanggar hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dari sekian banyak instrumen dan pranata hukum yang telah diimplementasikan dalam kebijakan perundang-undangan untuk memberantas korupsi di republik ini, salah satunya adalah diterapkannya sistem pembalikan beban pembuktian (omkering van de bewijslast). Penerapan sistem ini bertentangan dengan asas praduga tak bersalah yang telah diatur oleh KUHAP. Dalam hal ini berlaku asas lex specialis derogate lex generali (aturan yang khusus mengenyampingkan aturan umum). Mengingat khususnya peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi ini (Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) maka penanganannya pun harus bersifat khusus. Kekhususan penanganan ini, yaitu melalui perubahan sistem pembuktian yang semula beban pembuktiannya diletakkan kepada jaksa penuntut umum beralih kepada terdakwa. Terdakwa wajib membuktikan bahwa perbuatan yang dilakukan tidaklah sebagai perbuatan melawan hukum (korupsi). Dengan meletakkan beban pembuktian kepada terdakwa, maka asas yang diberlakukan dalam tindak pidana korupsi ini pun beralih dari “presumption of innocence” (praduga tidak bersalah) menjadi “presumption of corruption” (praduga korupsi) atau “presumption of guilt” (praduga bersalah). Sistem pembalikan beban pembuktian (omkering van bewijslast) dalam hukum pidana korupsi di Indonesia diadopsi dari hukum pembuktian perkara korupsi dari negara Anglo-Saxion, seperti Inggris, Singapura, dan Malaysia. Pemberlakuan pembalikan beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi hanya dapat diterapkan untuk tindak pidana baru tentang gratifikasi dan terhadap tuntutan perampasan harta benda terdakwa. Adapun ketentuan khusus, yakni mengenai beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi, terdapat pada beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 antara lain pada Pasal 12 B ayat (1) huruf a dan b, Pasal 37, Pasal 37 A, Pasal 38 B. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan bahan dilakukan dengan studi dokumen kemudian bahan hukum tersebut penyusun uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penjelasan yang sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pembalikan beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi hanya terbatas dilakukan terhadap delik gratifikasi (gratification) yang berkaitan dengan suap (bribery), bukan terhadap delik-delik lainnya dalam tindak pidana korupsi. Delik-delik lainnya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang tertuang dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 16 beban pembuktiannya tetap berada pada Jaksa Penuntut Umum. Saran yang penyusun tawarkan dalam penelitian ini adalah. a) Memperluas cakupan rumusan dan substansi tindak pidana korupsi yang menggunakan pembalikan beban pembuktian, sehingga tidak hanya digunakan pada satu delik saja yakni delik suap. b) Penerapan pembalikan beban pembuktian tetap memperhitungkan aspek perlindungan hak asasi manusia (HAM), ketentuan hukum acara pidana khususnya tentang asas praduga tidak bersalah, asas tidak mempersalahkan diri sendiri, asas hak untuk diam, hukum pidana meteriil serta instrumen hukum internasional. c) Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebaiknya ditambahkan ketentuan secara khusus mengenai pembalikan beban pembuktian yang mencakup seluruh tindak pidana korupsi dan pembuktian terbalik.

Item Type: Thesis (S1)
Keywords (Kata Kunci): pembalikan beban pembuktian, tindak pidana, korupsi
Subjects: K Law > KZ Law of Nations
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Imran SE
Date Deposited: 22 Mar 2019 02:04
Last Modified: 22 Mar 2019 02:04
URI: http://eprints.unram.ac.id/id/eprint/13029

Actions (login required)

View Item View Item