TAFSIR KEBUDAYAAN AGAMA TABLIGHI Demazhabisasi Islam, Ekonomi Ketuhanan dan Konflik Sosial

Hamdi, Saipul (2020) TAFSIR KEBUDAYAAN AGAMA TABLIGHI Demazhabisasi Islam, Ekonomi Ketuhanan dan Konflik Sosial. IAIN Samarinda Press, Kantor Rektorat Lt.2, Kampus 2 IAIN Samarinda Jl. M. Rifadin, Samarinda Seberang, Samarinda, Kaltim. ISBN 978-602-73602-0-4

[img]
Preview
Text
tafsir kebudayaan agama tablighi (2).pdf

Download (21MB) | Preview

Abstract

Jamaah Tabligh (JT) merupakan salah satu gerakan transnasional yang sangat konsisten dalam gerakan dakwahnya menjelajahi lintas negara, etnis dan lintas kebudayaan. Gerakan dakwah yang seringkali disebut dengan “da’i kompor” ini berpengaruh besar tidak hanya di India, tempat lahir dan berkembang JT, tetapi juga di dunia karena berhasil mendirikan markas di setiap negara. Jamaah Tabligh memainkan peran penting dalam proses penguatan ‘Islamisasi’ from within, di mana target yang diprioritaskan untuk reIslamisasi lebih kepada umat Islam sendiri daripada kelompok non-Islam. Bahkan JT tidak menyentuh kelompok non-Muslim yang dinilai akan tertarik sendiri kepada Islam jika umat Islam berhasil mempraktekkan ajaran Islam dengan benar dan kaffah. Terlepas dari pro dan kontra tentang ajaran Jamaah Tabligh yang diklaim “bid'ah” dan “sesat” oleh beberapa kelompok Muslim yang berbeda ajaran dan prinsip dakwah dengan JT, namun perkembangan dakwah JT terus berkembang baik di tingkat global maupun di tingkat lokal khususnya di Indonesia. Tingkat keberterimaan JT oleh komunitas luar cukup tinggi, tidak ada resistensi yang berarti dan sebaliknya JT diberi ruang dan kebebasan menjalankan usaha dakwahnya. Keberterimaan ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa JT telah mendirikan markas cabang kurang lebih di 200 negara, dengan anggota diperkirakan 12-50 juta orang yang tersebar di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim dan non-Islam. Jumlah anggota yang tersebar di berbagai dunia ini tergolong besar dibanding dengan gerakan-gerakan Ormas dan dakwah Islam yang lain seperti Muhammadiyah, NU dan Salafi. Buku ini membahas tentang fenomena gerakan dakwah Jamaah Tablighi di Asia Tenggara pada umumnya dan di Indonesia khususnya terutama di provinsi Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan DKI Jakarta. Buku ini bertujuan untuk mengeksplorasi kultur keagamaan JT yang unik, khas, termasuk upaya rekonstruksi budaya dalam praktek mazhab di internal JT, praktik ekonomi “keTuhanan”, dan konflik sosial yang mereka hadapi di tingkat keluarga dan masyarakat yang menjadi objek dakwah mereka. Meskipun tidak bersentuhan dengan politik praktis secara langsung, JT tidak dapat menghindari dampak konflik politik yang terjadi di masyarakat seperti yang terjadi di Pattani Thailand Selatan. Selain itu, buku ini juga menginvestigasi upaya-upaya integrasi yang dilakukan oleh Tablighi melalui demazhabisasi di masyarakat untuk tujuan yang lebih luas yakni penyebaran ajaran Islam. JT dikenal dengan gerakan demazhabisasi, yakni melepaskan Islam dari tradisi dan budaya mazhab. JT menganut open mazhab atau mazhab terbuka, di mana tidak menekankan pada anggotanya untuk mempraktikkan mazhab tunggal, sebaliknya harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan mazhab lokal di mana mereka berdakwah. Pola demazhabisasi ini merupakan terobosan baru dalam wacana keIslaman kontemporer, di mana setiap anggota harus menyesuaikan diri dengan mazhab lokal ketika mereka berdakwah. Dilarang keras bagi anggota Jamaah Tabligh untuk menonjolkan, apalagi memaksakan mazhab mereka kepada anggota lain atau ke masyarakat lokal tempat mereka berdakwah. Bahkan membicarakan khilafiyah atau perbedaan pendapat para imam saja sangat dilarang dalam tradisi dakwah JT. Inilah salah satu yang menarik simpati masyarakat untuk bergabung ke dalam dakwah Tablighi yang dinilai sangat netral dan egaliter. Faktanya, jamaah yang tergabung di dalam JT terdiri dari berbagai unsur baik dari Ormas Islam yang bermazhab Syafi’i, Hanafi, Hambali dan Maliki. Di Indonesia termasuk di Kaltim, NTB, dan Jakarta Jamaah Tabligh yang tergabung sangat plural baik dari segi aliran, organisasi maupun profesi. Terdapat jamaah dari kalangan Muhammadiyah, NU, NW, Wahabi, guru, dosen, pengusaha, preman, pejabat negara, dan petani. Mereka menyatu dalam dakwah dan mengedepankan praktik amal Islamiyah daripada perbedaan dan perdebatan yang tidak pernah selesai terkait khilafiyah. Rasa persaudaraan dan hormat kepada anggota lain yang ditanamkan di lingkungan Tablighi menjadi magnet untuk menarik masyarakat bergabung ke dalam kelompok dakwah ini. Mereka menyatukan hati, pikir, zikir dan amal untuk tujuan dekat kepada Allah, bukan mencari keuntungan duniawi atau ketenaran seperti seorang kyai. Bagaimana mereka mengakomodir dan memenaje perbedaan mazhab dan menyatukannya dalam satu gerakan, akan dieksplorasi lebih jauh dalam tulisan ini. Doktrin berkorban untuk agama baik waktu, jiwa dan harta membawa buku ini lebih jauh untuk membahas dampak ekonomi akibat dakwah yang dilakukan oleh JT dan konsep pengembangan ekonomi di lingkungan komunitas mereka. Ketika keluar berdakwah atau khuruj selama empat puluh hari dan empat bulan meninggalkan keluarga dan pekerjaan secara tidak langsung mempengaruhi stabilitas ekonomi keluarga Tablighi. Ancaman kemiskinan dan kelaparan akan selalu menghantui keluarga mereka karena fokus kehidupan mereka berubah tidak lagi mencari harta dan memikirkan kemajuan ekonomi, sebaliknya hanya mengurus agama. Apalagi sebagian besar anggota JT di Indonesia berasal dari kelompok kelas menengah ke bawah. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang incomenya terbatas, oleh karenanya akan menghadapi persoalan besar dalam konteks ekonomi. Banyak di antara jamaah yang menjual tanahnya, menggadaikan sawah, menjual sapi, dan aset-aset yang lain untuk kepentingan transportasi dan konsumsi dakwah mereka. Perlu dicatat bawah semua biaya dakwah adalah tanggung jawab masingmasing individu, bukan orang lain atau sponsor. JT tidak mempunyai sponsor khusus dalam usaha dakwahnya, dan dalam doktrinnya, anggota JT tidak boleh meminta pertolongan kepada siapapun, kecuali kepada Allah. Konsep “ekonomi keTuhanan” yang berkembang di kalangan JT dapat menjadi salah satu solusi mengatasi krisis ekonomi yang dihadapi. Konsep “ekonomi keTuhanan” adalah sebuah konsep yang saya bangun sendiri berdasarkan data di lapangan yang menunjukkan bahwa urusan duniawi termasuk ekonomi sudah dijamin oleh Tuhan dalam keyakinan Jamaah Tabligh. Kalau kita bertanya kepada anggota JT khususnya di lokasi penelitian saya tentang bagaimana mereka memenuhi kebutuhan khususnya materi untuk keluarganya ketika berdakwah? aka mereka akan menjawab sudah diatur dan dijamin oleh Allah. Mereka yakin bahwa Allah akan memberikan mereka pertolongan melalui orang lain. Mereka memegang ayat yang menyatakan “jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kamu”. Jadi JT tidak pernah takut dengan kemiskinan atau kekurangan karena bagi mereka Allah adalah maha segalanya termasuk maha kaya dan maha pemberi rezeki.

Item Type: Book
Keywords (Kata Kunci): Jamaah Tabligh, Konflik Sosial, Ekonomi Ketuhanan
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
H Social Sciences > HM Sociology
Divisions: Program Studi Sosiologi
Depositing User: Saipul Hamdi
Date Deposited: 08 Jun 2023 12:31
Last Modified: 08 Jun 2023 12:31
URI: http://eprints.unram.ac.id/id/eprint/39463

Actions (login required)

View Item View Item